a. Jumlah
Dari 5,5 miliar penduduk bumi, jumlah umat Islam ada 1,3 miliar (= 23 persen penduduk bumi). Ada pula yang mengatakan cuma 1,1 miliar. Semua tersebar di 120 negara di dunia. Dari jumlah sekian itu, 69% (760 juta) terdapat di Asia, sisanya tersebar di seluruh dunia, dengan catatan bahwa di dunia Arab sendiri cuma meliputi jumlah 15% dari keseluruhan jumlah tersebut. Menurut beberapa edisi harian Republika tahun 1996, di Cina yang dikenal sebagai “negara tirai bambu”, yang dikuasai pemerintah komunis yang anti agama, terdapat 20 juta muslim,[1] di wilayah bekas Uni Soviet sekitar 50 juta, di India 80 juta, di Indonesia lebih dari 150 juta (ada juga yang mengatakan 180 juta), di Afrika 300 juta, di Eropa 32 juta, di Amerika Utara 5,5 juta, di Amerika Latin 1,3 juta, dan di Oseania 0,4 juta.
b. Tempat tinggal
Umat Islam tersebar mulai dari Maroko di sebelah utara sampai Indonesia di sebelah selatan. Itu bila bicara tentang umat Islam dalam kelompok-kelompok besar. Tapi bila bicara tentang orang-orang beragama Islam, saat ini, di mana-mana di seluruh dunia, sampai di pulau-pulau kecil pun, dapat dijumpai komunitas Islam dalam jumlah sedikitnya 15-20 orang. Boleh dikatakan saat ini tak ada tempat di dunia yang tidak ada orang Islamnya. Bahkan di kalangan bangsa Eskimo yang tinggal di kutub utara pun ada kaum muslimin dari suku Indian merah. Di Cina kaum muslimnya kebanyakan tinggal di daerah Ningxia, Cina utara.
c. Negara-negara Islam
Negara-negara Islam, dalam arti yang berpenduduk mayoritas umat Islam, saat ini berjumlah antara 42 sampai 46 negara. Yang terbanyak jumlah penduduknya adalah Indonesia, disusul Bangladesh, Pakistan, Turki, dan Mesir. Sedangkan yang paling sedikit adalah Maldive Island yang beribukota Male, dengan jumlah penduduk kira-kira di bawah 200 ribu orang.
Di antara negara-negara itu, yang menyatakan diri secara resmi sebagai Republik Islam adalah Pakistan, Mauritania, dan Iran. Yang lainnya mempunyai bentuk pemerintahan monarki absolut (kerajaan model lama, yang rajanya mempunyai kekuasaan mutlak), monarki konstitusional (kerajaan tapi mempunyai lembaga perwakilan rakyat?), dan republik.
d. Kualitas umat Islam
Peran umat Islam di dunia kurang menonjol, alias tidak nampak. Dengan jumlahnya yang cukup besar, sumbangan muslim bagi Produk Domestik Bruto dunia tidak mencapai empat persen. Ini adalah ukuran sederhana untuk menyatakan bahwa umat Islam tertinggal jauh oleh umat-umat lain.
Di Timur Tengah ada negara-negara Arab yang sangat kaya seperti Saudi Arabia dan Kuwait. Namun kebanyakan negara-negara yang dihuni umat Islam secara mayoritas masih hidup paspasan. Contohnya Bangladesh, Pakistan, Afrika, dan Indonesia.
Timur Tengah yang indentik dengan Islam, yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, yang terjadi malah sebaliknya. ”Tiap berkunjung ke Timur Tengah, saya merasa sedih,” kata Habibie dalam harian Republika. “Saya tahu kalau itu semua negara Islam. Tapi keadaannya tidak mencerminkan demikian. Situasinya lebih runyam dari absolut monarchy.”
Di Indonesia, mutu SDM umat Islam menempati posisi paling rendah, walau untuk ukuran Asia Tenggara. Ekspor kita yang paling besar adalah pembantu umahtangga. Di Saudi Arabia, TKW kita yang jadi pembantu sudah hampir setengah juta orang.
Alamsyah Ratu Perwiranegara waktu menjadi Menko Kesra menyatakan bahwa perbandingan sarjana S3 umat Islam dengan umat-umat lain adalah 1:10. Nurcholis Madjid, dalam acara diskusi buku Islam Inklusif di Masjid Cut Mutiah, Jakarta, 27 Januari 1998, dengan mengutip Baiquni, mengatakan bahwa SDM umat Islam Indonesia memang masih memprihatinkan. Di negara maju seperti AS, Israel, dan Jepang, jumlah doktornya mencapai 6.500 per satu juga penduduk. Negara miskin seperti India, mempunyai 1200 doktor per satu juga penduduk. Sedangkan Mesir 400 per satu juta, dan Turki 300 per satu juta. Jumlah doktor di Indonesia hanya 65 orang per satu juta penduduk, dan dari sekian itu hanya sepuluh persen (6,5) yang beragama Islam. Yang keadaannya lebih buruk dari umat Islam Indonesia hanyalah negara-negara kulit hitam di Afrika.
Rendahnya mutu SDM di kalangan umat Islam berakibat langsung pada rendahnya kemampuan menguasai teknologi tinggi, sehingga umat Islam menjadi konsumen teknologi dari negara-negara maju. Salah satu penyebabnya adalah karena anggaran untuk pengembangan iptek dan SDM di banyak negara Islam masih kecil sekali jumlahnya. Hal itu terjadi tentu karena umumnya mereka miskin, tapi yang paling menentukan adalah kecilnya kesadaran akan pentingnya peningkatan SDM tersebut.
“Kaum muslim dewasa ini tidak mencerminkan Islam yang sebenarnya,” kata Dr. Abdullah Naseef, seorang tokoh Islam di Saudi Arabia. “Di Setiap negara memang ada komunitas-komunitas kecil yang sungguh-sungguh taat pada ajaran Islam, tapi kaum mayoritasnya justru melanggar prinsip-prinsip dasar Islam… Dewasa ini kita menyaksikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan kaum muslim di banyak negara. Ini memberi citra buruk, dan mengancam risalah Islam. Jadi, umat Islam menderita dari dalam akibat ulah mereka sendiri. Mereka melakukan kediktatoran dan ketidakadilan.”
“Problem kaum muslim dewasa ini adalah tingkah laku mereka, baik tingkah laku personal maupun cara mereka menata masyarakat, dan sebagainya, yang tidak sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah. Sudah dipengaruhi oleh banyak ideologi non-Islam, dan ini sudah berlangsung lama sekali, bahkan sebelum datangnya zaman imperialisme,” kata Dr. Ja’far Syaikh Idris, seorang teolog dan filsuf Sudan.[2]
e. Konflik
Umat Islam selalu terlibat konflik, alias perselisihan, pertengkaran, dan bentrokan. Di Arab, konflik terjadi antar negara dan dalam setiap negara. Ahmad Bahar dalam harian Republika tanggal 27 Juni 1996 menyebutkan bahwa problem mendasar dari hal itu adalah _perbedaan ideologi_, baik ideologi keagamaan maupun ideologi lainnya. Sebagai contoh, konflik antara negara penganut ideologi sosialis dengan nasionalisme sekuler. Atau juga konflik masalah keagamaan, seperti antara Syiah dan non Syiah, dan banyak lagi.
Contoh konflik dalam negara dan antar negara di Timur Tengah yang paling segar adalah yang terjadi Afganistan. Selama Dua abad Afganistan diperintah oleh para raja; sampai akhirnya pada tahun 1973 Raja Zahir Sah digulingkan lewat kudeta militer yang dipimpin saudara sepupunya, Muhammad Daud, yang selanjutnya menjadi presiden pertama Afganistan. Tapi ia cuma bertahan sekitar 5 tahun. Nur Muhammad Taraki yang berhaluan Komunis melakukan kudeta pada tahun 1978. Tapi tahun berikutnya Taraki terbunuh, Hizbullah Amin jadi presiden. Masih tahun itu juga (1979) Amin dieksekusi, lalu Babrak Karmal yang didukung tentara Soviet menjadi presiden. Kemudian, setelah sekitar l0 tahun bercokol di Afganistan, tentara Soviet diusir mujahidin Afganistan yang mendapat bantuan persenjataan dari Pakistan, Amerika, Arab Saudi, Mesir, Cina, dan lain-lain. Keberhasilan Mujahidin mengusir tentara Soviet dari Afganistan menjadi kisah heroik yang dibangga-banggakan umat Islam sedunia. Tapi apa yang terjadi setelah itu? Setelah mengusir tentara Soviet, orang Afganistan melakukan perang saudara. Dalam perang melawan rejim komunis, lebih sejuta warga Afganistan tewas. Dalam perang saudara yang berlangsung dari tahun 1992 sampai l996, jatuh pula korban tak kurang dari 300 ribu orang. Afganistan dicabik-cabik oleh masalah kesukuan, ideologi, dan kedaerahan. Di Kabul dan beberapa provinsi di sekitarnya berkuasa etnis minoritas Tajik yang berbahasa Persia dipimpin Rabbani-Masoud yang ‘moderat’. Di selatan dan timur berkuasa etnis Pushtun yang dipimipin Hekmatyar yang konservatif. Di barat berkuasa etnis minoritas Hazara yang berbahasa Dari dan berpaham Syi’ah Imamiyah dan berhaluan politik Iran. Di utara berkuasa etnis minoritas Uzbek yang berbahasa Turki yang dipimpin Abdul Rashid Dostam, mantan anggota komunis.
Di tengah anarki ini, para santri dan ustad yang frustrasi membentuk organisasi Taliban yang bertujuan mendirikan pemerintahan yang mereka sebut berdasar syari’ah Islam murni. Setelah berjuang sekitar 2 tahun, Taliban yang didirikan seorang mulah senior, Muhammad Umar Akhun, akhirnya berhasil menduduki ibukota Afganistan, Kabul, pada tanggal 27 September 1996. Sehari kemudian mereka menghukum gantung presiden Najibullah, yang konon juga memerintah berdasar hukum Islam.
Keberhasilan Taliban itu segera disambut kecaman dari Moskow, dan Iran. Iran, misalnya, tidak menyukai Taliban yang beraliran Sunni, yang jelas bersikap keras dan anti Syi’ah. Selain itu, Iran juga menganggap Taliban sebagai boneka musuh-musuh besarnya, Saudi Arabia dan Amerika. Sedangkan Rusia takut pemerintahan Islam revolusioner di Afganistan akan menggoncang stabilitas para tetangganya di utara. Pendeknya, kemenangan Taliban tidak menjanjikan kedamaian bagi rakyat Afganistan. Adu kekuatan internal maupun eksternal masih akan terus berlangsung.
Penyebab konflik lainnya di Timur Tengah adalah perebutan pengaruh. Para pemimpin atau penguasa Arab cenderung ingin menancapkan pengaruh kepada negara-negara Arab lain, sehingga timbul kondisi saling menyinggung harga diri.
Penyebab ketiga dari konflik itu, menurut Ahmad Bahar, adalah pengaruh luar. Khususnya yang berkaitan dengan negara-negara yang ingin mengambil keuntungan ekonomi dari negara-negara Arab, dengan cara mengadu-domba dan menimbulkan ketergantungan negara-negara Arab tertentu kepada mereka.
f. Madzhab-madzhab
Dalam bidang aqidah dan ilmu kalam:
1. Kharijiyah, golongan yang semula mengikuti Ali bin Abi Thalib menentang Muawiyah, lalu keluar karena tidak menyetujui sikap Ali terhadap Muawiyah.
2. Murji’ah, golongan yang bersikap pasif dalam masalah khilafah; memandang pihak Muawiyah maupun Ali tetap muslim, dan menyerahkan penilaian tentang mereka kepada Allah di akhirat nanti. Mereka akhirnya secara tidak langsung menjadi pendukung Muawiyah.
3. Syi’ah, golongan yang berpandangan bahwa hanya keturunan Rasulullah yang berhak menjadi khalifah.
4. Jabbariyah, golongan yang berpandangan bahwa manusia itu majbur (terpaksa), tidak mempunyai ikhtiar, kemauan dan kuasa, karena semua telah ditentukan Allah.
5. Qadariyah, golongan yang berpandangan sebaliknya dari Jabbariyah.
6. Mu’tazilah, golongan yang dibentuk oleh Wasil bin Atha, yang i’tizal (memisahkan diri) dari gurunya, Hasan Al-Basri.
7. Ahlu-Sunnah wal-Jama’ah, golongan yang mengambil jalan tengah di antara Jabbariyah dan Qadariyah.
8. Ahmadiyah, golongan pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Terbagi menjadi: Ahmadiyah Qadyani, yang menganggap Mirza sebagai nabi, dan Ahmadiyah Lahore, yang memandang Mirza hanya mujadid (pembaru).
9. Salafiyah, golongan yang berpegang pada apa yang tertulis dalam Quran, tidak mau menta’wil Quran, dan tidak mau mencampurnya dengan filsafat.
Dalam bidang syari’ah dan ilmu fiqh:
1. Hanafiyah, pengikut Imam Abu Hanifah; terdapat di Turki, Afghanistan, Asia Tengah, Pakistan, India, dan Mesir.
2. Malikiyah, pengikut Imam Malik; terdapat di Afrika Utara, Mesir, dan Sudan
3. Syafi’iyah, pengikut Imam Syafi’i; terdapat di Arabia Selatan, India Selatan, Muangthai, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.
4. Hanbaliyah, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal; terdapat di Afrika Tengah, Siria, dan beberapa derah lain di Afrika.
Dalam bidang tasauf:
1. Qadiriyah, golongan yang memuliakan Abdul Qadir Al-Jilani, sampai ada yang menyembahnya seperti menyembah Allah. Terdapat di Afrika Utara, Asia Kecil, Pakistan, india, dan Indonesia.
2. Rifa’iyah, pengikut Muhammad Ar-Rifa’i. Tarikatnya berupa penyiksaan diri, seperti mengiris dan menusuk badan dengan iringan dzikir.
3. Sadziliyah, pengikut Abul-Hasan Ali As-Sadzili, yang silsilahnya dihubungkan dengan Hasan bin Ali.
4. _Naqsabandiyah_, pengikut Muhammad An-Naqsabandi.
5. _Syattariyah_, pengikut Abdullah Asy-Syattari.
6. Tijaniyah, pengikut Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, ulama Al-Jazair.
7. Sanusiyah, pengikut Muhammad Ali As-Sanusi; yang menolak segala pengaruh luar, baik politik maupun agama.
Pembagian madzhab-madzhab ke dalam kelompok aqidah/ilmu kalam, syari’ah/fiqh, dan tasauf ini jelas menggambarkan hasil penafsiran atas Hadis Jibril yang menguraikan tentang Iman, Islam, Ihsan, dan Sa’ah (qiamat). Kita lihat di atas bahwa dalam bidang aqidah saja ada 9 madzhab (aliran), dalam bidang syari’ah/fiqh ada 4 madzhab, dan dalam bidang tasauf ada 7 madzhab. Ini cuma angka-angka yang terungkap di sini. Sebenarnya jumlah madzhab-madzhab itu jauh lebih banyak lagi.
Setiap penganut madzhab aqidah tertentu pasti cenderung pada suatu madzhab syari’ah/fiqh dan tasauf tertentu. Atau tepatnya, setiap madzhab aqidah masing-masing melahirkan madzhab fiqh dan tasauf tersendiri. Hal ini terjadi karena semua berpendapat bahwa Iman (aqidah), Islam (syari’ah), dan Ihsan (akhlak/tasauf) ketiganya saling melengkapi. Jelasnya, pengakuan iman seseorang (yang dirumuskan dalam Rukun Iman harus diikuti dengan tindakan nyata berupa pelaksanaan (syari’at) Islam (yang dirumuskan dalam Rukun Islam). Pernyataan iman dengan menjalankan syari’at saja dianggap belum sempurna, karena sifatnya masih terlalu dangkal alias kurang bermakna. Dikatakan bahwa syari’at hanya menyentuh ibadah-ibadah lahiriah. Karena itu harus dilengkapi dengan tasauf, yang merupakan satu metode untuk mengisi batin. Bahkan dikatakan bahwa dengan tasauf kita bisa mengenal Allah sedekat-dekatnya, sampai menyatu denganNya.
Terimah Kasih Semoga Bermanfaat
About me
- Unknown
Network
Sadikoye. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan isi kesan hati anda di sini !!!